Kamis, 31 Juli 2014

Dalam Doa, Tuhanpun Menguji


"Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau berkenan, ambillah cawan ini dari hadapan-Ku, tetapi janganlah menurut kehendak-Ku, melainkan kehendakMu yang terjadi."
(Mat 26: 39)

Berdoa, salah satu cara kita untuk dekat dengan Tuhan, cara kita untuk memperoleh kedamaian lewat iman. Namun pernahkah kita berdoa di tempat yang tepat, dengan cara yang tepat tapi malah mengalami atau mendengar hal-hal yang justru menyesakkan batin? Itu yang terjadi pada saya, sekitar 7 tahun lalu ketika saya berdoa di salah satu tempat peziarahan kepada Bunda Maria.

Siang itu, suasana tidak begitu ramai, walau tidak juga sepi. Di bawah bayang-bayang pohon, dengan sehelai tikar, saya berdoa sambil memejamkan mata. Di tengah-tengah doa, saya mendengar suara seorang wanita tua yang terus saja mengomel tidak karu-karuan, dari kata-katanya sepertinya ia kurang waras. Rupanya ia disuruh pergi oleh salah seorang yang menjaga tempat peziarahan tersebut karena keberadaannya sedikit mengganggu umat dengan racauannya. Omelan wanita itu dibalas dengan usiran dan bentakan-bentakan. Saya kaget mendengar hal itu, tapi beruntung si wanita tua itu segera pergi sehingga suasana tenang kembali. Namun beberapa waktu kemudian si wanita datang kembali, kali ini dengan omelan-omelan yang lebih keras, dan usiran yang lebih kasar pula dari si penjaga. Semua bahasa preman, bahasa sampah, dan bahasa binatang keluar dibarengi dengan rontaan si wanita tua dan balasan makian yang juga menjadi-jadi. Lingkungan doa yang seharusnya tempat sedamai surga, menjadi seperti lingkaran neraka bagi saya.
Saya ingin sekali menghentikan doa saya karena tidak sanggup mendengarnya, dan sepertinya semua orang yang juga tengah berdoa dengan saya juga mengalami "pertempuran " batin , antara menghentikan doa  sejenak, atau berhenti  untuk menegur, atau terus saja melanjutkan doa. Namun sepertinya  saya, dan mungkin orang-orang lain yang sama-sama tengah berdoa telah "kalah", karena tidak ada satupun dari kami yang bereaksi akan hal itu. Saya kalah, karena hati nurani  saya memberikan sinyal-sinyal gelisah dan tidak damai, hingga si wanita tua itu bisa diusir dari tempat itu...

Tuhan kadang menguji kita saat kita berdoa, dengan cara yang tidak kita sangka, dan hanya pribadi bijaklah yang mampu menyikapi ujian Tuhan itu dengan cara yang baik. Saya memang jauh dari kata bijak, tapi semoga kita bisa memasrahkan diri sepenuhnya kepada kehendak Tuhan, tidak hanya saat kita menjalani kehidupan sehari-hari, namun juga saat kita menghadap langsung Tuhan dalam doa-doa kita, sehingga ketika ujian itu datang tiba-tiba, kita tidak menjadi pribadi-pribadi yang kalah... Amin.
Salam teduh...

Yogya, 31 Juli 2014, tengah hari...

Senin, 21 Juli 2014

Menghormati Kesucian Rosario



Tampaklah suatu tanda besar di langit, seorang perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah mahkota dari duabelas bintang di atas kepalanya.
(Wahyu 12:1)

Beberapa waktu lalu, saya mengikuti sebuah ibadat di rumah salah satu umat. Sang tuan rumah kebetulan menggunakan kursi plastik (bukan lesehan) sebagai tempat duduk tamu. Saat dilakukan doa koronka dengan mempergunakan rosario, saya melihat seorang ibu, yang duduk dua baris di depan saya, yang agak ceroboh memperlakukan rosarionya. Waktu itu doa telah sampai di tengah-tengah, entah saking khusyuknya atau memang kebiasaannya seperti itu, posisi salib pada rosarionya, yang kebetulan berukuran besar, sampai rebah menyentuh lantai di bawah kursi tempat duduknya, tepat di tengah-tengah kedua kakinya. Saya kaget menyaksikan hal itu, tapi tidak bisa berbuat apa-apa karena tengah doa. Untung sekali lantainya keramik dan bersih, karena saya benar-benar tidak bisa membayangkan jika lantainya tanah, maka begitu "rendahnya" posisi salib kristus dibanding si pendoa.

Sejujurnya, banyak dari kita yang agak ceroboh dalam memperlakukan rosario, entah sengaja ataupun tidak, tapi mudah-mudahan catatan kecil saya tentang salah satu umat dalam cerita di atas menjadi sarana introspeksi kita untuk lebih menghormati kesucian rosario. Salam teduh...

Yogya, 20 Juli 2014
Malam, 20.04 wib

-------------------------------------------------------------------------------------

Gua Maria Pringningsih

Mungkin banyak yang akan bertanya-tanya, dimana lokasi gua maria Pringningsih tersebut, karena namanya asing sekali di telinga kita. Sebenarnya tidak ada gua maria dengan nama itu, karena itu hanyalah nama sebutan saya pribadi untuk calon gua maria Gereja Brayat Minulya, Patangpuluhan Wirobrajan Yogyakarta. Saya sebut Pring karena disekitarnya dahulu banyak pohon pring (bambu). Ningsih, karena "audio" alam  yang seperti Jatiningsih, dimana suara gemericik air terdengar dari tempat berdoa terutama saat malam hari. Gua marianyapun belum dibangun, tapi energi doa rosario kepada bunda Maria telah ada, dengan diadakannya ibadat rosario setiap har Senin pukul 21.00. 
Harapan saya di tahun ini, gua maria "Pringningsih" telah jadi, dan menjadi tempat terdekat untuk "berteduh" umat area Brayat Minulya, untuk menyandarkan hati kepada sang Bunda... Amin