Selasa, 28 Mei 2013

Iman Pemberi Harapan

Dan ketekunan menimbulkan tahan uji, dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan kepada kita
Roma 5: 4-5

Jika biasanya saya menulis apa yang saya lihat, apa yang saya dengar dari orang-orang diluar lingkup pribadi saya, maka kali ini saya mencoba untuk menggali hal-hal yang menyangkut diri saya dalam lingkup paling kecil, keluarga saya...
Saya terlahir bukan dari keluarga religius, bahkan bapak dan 99%  keluarga besar bukan kristiani. Sedang dari pihak Ibu, hanya ibu dan paman saja yang katholik. Tapi puji syukur Gusti Allah, ibu tetap menjaga kekatholikannya dan mendidik saya beserta  dua saudara saya menjadi katholik, bahkan sayapun bisa bebas ke gereja dan dibaptis. Sejujurnya tidak ada yang mudah dalam perbedaan agama di keluarga saya. Tidak ada simbol-simbol agama di rumah saya (kecuali kamar saya dan saudara), bahkan sentimen-sentimen keagamaan kerap mewarnai keseharian kami, tapi semua saya terima apa adanya, inilah keluarga saya, tempat saya tumbuh, belajar memaknai hidup, walau saya harus terus berjuang utntuk melindungi hati saya...

Kadang ada perasaan iri melihat keluarga-keluarga  lain yang bisa memasang salib dan daun palma di atas pintu rumah, memasang gambar-gambar rohani, atau rumahnya dijadikan tempat sembahyangan,  tapi sekali lagi tidak apa-apa... tidak apa-apa... Karena saya percaya, iman akan selalu memberikan pengharapan. Pengharapan pada diri saya  untuk  bisa memiliki sebuah altar kecil dalam rumah tangga saya kelak, dimana saya dan suami bisa membentuk keluarga katholik, menjadi terang bagi keluarga besar dan para tetangga, mendidik anak-anak secara katholik, bisa ke gereja bersama-sama, merayakan malam natal yang syahdu dan terutama memasang salib serta daun palma di ruang tamu saya... Dan saya percaya, imanlah yang memberikan  pengharapan bagi saya untuk bisa mendapatkan semua  hal tersebut... Amin

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Doa favorit dalam Madah Bakti : Litani Kehadiran Allah (MB 18) 
 Hadirlah disini ya Allah tinggal di tengah kami
  Hadirlah dsini terangilah hidup kami.
  ...................................
  ...................................
 Jadilah Engkau masa depan , bagi hidup kami disini
 Pada dikau kami percaya, dalam Dikau yang hidup.
 Engkau tak pernah mengecewakan orang yang percaya Padamu

Selain doa-doa utama, doa Litani Kehadiran Allah adalah doa yang sangat sering saya doakan, terutama ketika saya merasa sangat lemah, sedang terluka batin saya, dan membutuhkan penguatan. Padahal dulu saya tidak pernah "menyentuh" doa tersebut, dan selalu melewatinya, mungkin karena memakai kata "litani", karena jujur saya tidak mengerti arti kata litani, dan kata tsb cukup  sangat asing di telinga saya. Hingga pernah suatu kali saya merasa sangat down, dan satu waktu saya berdoa hampir semua doa- doa yang ada di Madah Bakti, terutama yang tidak pernah saya pakai untuk berdoa, dan saya menemukan penguatan dari doa Litani tersebut, sehingga akhirnya sayapun rajin berdoa Litani Kehadiran Allah sampai saat ini...

Minggu, 19 Mei 2013

Sebuah Iman Praktis....

"Dengarlah! Adalah seorang penabur keluar untuk menabur. Pada waktu ia menabur sebagian benih itu jatuh  di pinggir jalan, lalu datanglah burung dan memakannya sampai habis. Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu yang tidak banyak tanahnya, lalu benih itupun segera tumbuh, karena tanahnya tipis. Tetapi sesudah matahari terbit, layulah ia dan menjadi kering karena tidak berakar. Sebagian jatuh di tanah yang baik, ia tumbuh dengan suburnya dan berbuah, hasilnya ada tigapuluh kali lipat, ada yang ebam puluh kali lipat, ada yang seratus kali lipat."  Dan  kataNYa: "Siapa mempunyai telinga untu mendengar, hendaklah ia mendengar." Mar 4:3-9

Peristiwa ini saya alami tepat saat misa malam Paskah 2013 kemarin di Gereja Brayat Minulyo paroki Pugeran Yogyakarta, yang ingin sekali saya bagi kepada Anda semua. Kejadiannya cukup unik, dmn didepan saya ada sebuah keluarga dg seorang anak, dimana sang ayah membuat saya geleng-geleng kepala. Waktu itu pas malam cahaya, dimana semua lampu dipadamkan, dan para misdinar menyebarkan nyala lilin dari cahaya perlambang Kristus. Nah sang ayah tadi rupa-rupanya sangat tidak sabar. Ia menyalakan koreknya dan mulai menyalakan lilinnya sendiri, dan parahnya hal itu ternyata di 'idem' kan oleh istri dan anaknya. Dan Anda tahu sendiri, lilin dari cahaya "palsu" itu mulai menyebar... Saya yg berada tepat di belakangnya jelas tidak mau meminta, jadi saya menyeberang blok tempat saya duduk hanya utk meminta cahanya asli. Tapi sialnya, baru dua langkah menuju tempat saya duduk, lilin saya padam... waduh, akhirnya saya minta cahaya lilin di belakang tempat duduk saya yang sialnya saya tidak tahu apakah itu cahaya asli atau palsu...

Ya, dari cerita saya tersebut anda bisa menilai seperti apa sosok sang pemimpin keluarga tersebut, dmana ia akan mencari terang yang paling instan ketika gelap melanda...
Tapi catatan juga buat saya, kenapa saya meminta cahaya lilin dari cahaya yg saya tidak yakin itu asli atau palsu, hanya karena saya agak malu utk menyebrang blok lagi dimana terang dari cahaya sang sumber asli jelas ada...
 
 Salam teduh...

---------------------------------------------------------------------------------------------------------

Lagu Nderek Dewi Maria
(versi Djaduk F)



Lagu tersebut merupakan lagu rohani berbahasa jawa terfavorit saya. Saya merasakan getaran-getaran yang amat menenangkan yang saya rasakan setiap saya mendengarnya.  Waktu tu salah seorang sahabat yang sekarang tinggal di Jakarta yang mengijinkan saya mendengar lagu ini (versi Djaduk F) utk pertamakalinya di Ganjuran,  ketika berada di depan patung Bunda Maria. Luar biasa efeknya, hati saya seperti masuk dalam ruang meditasi doa, dimana teduh itu berada.  Bagi saya, lagu Nderek Dewi Maria memiliki sebuah kekuatan, seperti kekuatan yang ada ketika kita menyebut sosok Ibu, dan ibu tersebut adalah Bunda  Maria, sang Bunda Tuhan..... Sejak saat itu, ketika hati saya resah, takut, gundah, maka saya pasti mendengarkannya. 
Semoga Anda semuapun dimanapun berada, merasakan hal yang sama dengan saya menyangkut  lagu Nderek Dewi Maria tersebut....                                                                                                             

Jumat, 10 Mei 2013

Sebuah Teguran...

-Lalu Yesus masuk ke bait Allah, dan mulailah Ia mengusir semua pedagang disitu,
 kataNya kepada mereka: 'Ada tertulis:
 Rumahku adalah rumah doa, tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun.' 
(Luk 19-45-46)-

Minggu siang 5 mei 2013, saya mampir ke gua Maria di Gereja Pugeran. Sengaja saya ketempat ini, karena letaknya tidak begitu jauh, dan ada sebuah rosario baru yang saya pakai berdoa yang akan saya berikan kepada seorang sahabat. Dari kejauhan, saya melihat ada dua  umat yang ada di area gua. Seorang bapak, dan seorang ibu. Awalnya saya pikir mereka berdoa, ternyata tidak, ternyata mereka tengah memperbincangkan sesuatu sambil bertengkar. Si ibu duduk di kursi plastik luar teras, dan yang paling menggganggu si bapak duduk di dalam teras gua dengan kaki selonjor. Padahal luas gua Maria ini hanya sekitar 4x6m saja. Jadi bisa dibayangkan betapa saya tidak nyaman dengan keberadaan mereka.

Saya sudah menyalakan lilin, mengambil tikar, untuk duduk, dan mempersiapkan Madah Bakti dan rosario. Saya pikir ketika saya mulai membuka Madah Bakti mereka akan mengerti,dan menyudahi pertengkaran tersebut, ternyata tidak, tetap saja mereka bertengkar bahkan dengan suara keras seakan tidak memerdulikan saya.. Bagaimana mungkin  saya bisa berdoa dengan suasana seperti ini, lagipula ini adalah area doa, tidak bisakah mereka mencari tempat lain? Ya Tuhan, saya ingin sekali memperingatkan, tapi diri saya diliputi keragu-raguan. Usia mereka sepantaran usia orangtua saya, bisakah mereka menerima teguran saya? Kalaupun  saya berani, kata-kata seperti apa yang harus saya sampaikan tanpa menyinggung perasaan mereka? Tapi jika saya diam saja, saya jelas tidak sanggup untuk berdoa. Akhirnya dengan menggela nafas panjang, mengucap nama Gusti Allah, saya mantap menegur, "Bapak ibu, nuwun sewu, kulo badhe sembayang, nuwun sewu," (Bapak ibu permisi/maaf saya mau berdoa). Kata-kata itu spontan terlontar dari mulut saya, dengan intonasi pelan dan dengan bahasa santun. Saya bisa melihat ekspresi kaget dari mereka berdua, mungkin tidak menyangka saya akan "menegur" mereka. Mereka sempat diam sesaat, namun kemudian si ibu bilang, "Monggo..". Dan mereka berdua benar-benar diam, sayapun memulai doa saya, dan saya dengar si ibu dengan berkata pelan mengajak sang bapak untuk mencari tempat lain...

Ah lega sekali...dan tinggallah saya berdua dengan patung Bunda Maria yang tampak sangat cantik dan sebatang lilin menyala yang sesekali bergoyang terkena angin, serta alunan gamelan jawa dari arah dalam gereja (entah sedang ada acara apa..) dan semuanya membuat siang itu terasa sangat teduh...

Ya, kadang kita harus tegas terhadap sesuatu yang menggangu konsentrasi doa kita, apalagi di tempat dimana seharusnya suasana hening itu ada. Tidak mudah memang, tapi saya percaya kekuatan Tuhanlah yang menjadikan saya mampu bersikap tegas utk berani menegur..
Salam teduh...
 _________________________________________________________________________________

Gua Maria Pilihan : "Gua Maria Jatingsih Yogyakarta"

 
Bagi saya, Gua Maria Jatiningsih berada pada tiga urutan atas daftar gua maria favorit saya. Mungkin karena gua maria ini menyuguhkan panorama alam yang memanjakan mata dan telinga. Saya ingat waktu pertama kali berkunjung, dari jauh saat mendekati akhir jalan salib, saya sudah terpesona dengan suara gemericik air, dan semakin jatuh cinta ketika mata ini menatap tebing kali Progo dengan alur airnya yang melengkung, air sungainya yang berkilat2 terkena cahaya matahari, dan dedaunan jati yang membuat semakin adem perasaan, namun yang paling utama adalah patung Yesus dan Maria yang berdiri anggun seakan memberi berkat bagi kami umat yang berdoa dan menyatu dengan alam.....