Ketika aku berdoa lewat tanda salib yang kubuat,lewat butir-butir rosario dalam jari jemariku, maka suara keheningan itu tiba..
Minggu, 12 Oktober 2014
Nyalakan dan Jagalah Pelitamu...
Minggu, 5 Oktober 2014, saya bersama seorang sahabat mengunjungi gua Maria Jatiningsih, Yogyakarta. Sebuah tempat peziarahan paling indah di hati saya. Saat datang, rupanya sedang berlangsung misa, dan kami datang terlambat karena sudah sampai homili. Jadilah kami duduk-duduk di anak tangga dekat tebing sambil mendengarkan misa, dan alam seperti menyapa dengan liukan indah alur sungai progo yang menyempit di akhir musim kemarau panjang, bersama ranting-ranting pohon bambu yang berbisik terkena angin, yang menjuntai dan seakan hampir jatuh, beserta burung-burung kecil bergerombol yang sesekali terbang dan hinggap kembali diatas pepohonan hijau di pinggir tebing.
Saat waktunya saya akan berdoa rosario, ternyata tempatnya sudah penuh sesak, namun lucunya tidak ada yang berinisiatif mengambil tempat duduk di bagian paling depan, paling dekat dengan altar. Karena saya ingin sekali bisa berdoa dekat dan pas di depan patung bunda Maria, akhirnya saya mengambil tempat terdepan yang masih kosong itu, walau harus permisi dengan orang di belakang saya, sembari melepas sandal, dan duduk lesehan di atas ubin penuh dedaunan kering.
Di tengah-tengah rosario, angin berhembus kencang sekali dengan durasi yang agak lama. Ah, mungkin bunda Maria sedang menyapa setiap hati yang berdoa memohon padanya, karena saya merasa sangat nyaman dengan angin ini. Ketika selesai berdoa dan membuka mata, ternyata hampir semua lilin di depan patung bunda Maria mati. Seketika saya berpikir, ah, apa saya nyalakan saja ya lilin-lilin tersebut. Tapi saya sendiri tidak membawa lilin, apalagi korek. Apa saya mencabut salah satu lilin lama yang telah mati sebagai perantara mengambil api dari lilin yang masih menyala ya... Tiba-tiba mata saya tertuju pada sebuah lilin yang tergeletak diantara banyak lilin lain yang berdiri kokoh. Rupanya lilin tersebut setengah patah, sehingga mungkin dibiarkan sang pemilik begitu saja. Akhirnya saya ambil dan gunakan untuk mengambil api dari lilin yang masih menyala, dan saya menyalakan lilin-lilin yang padam tersebut. Rupanya angin masih saja terus berhembus, tapi terus saja melanjutkan menyalakan lilin-lilin, hingga akhirnya saya menoleh ke arah lilin-lilin yang baru saya nyalakan tersebut, ternyata banyak lilin yang mati kembali, dan hanya beberapa saja yang masih menyala.
Ah... Rasanya repot sekali jika saya kembali menyalakan lilin-lilin tersebut kembali. Akhirnya saya berhenti dan meletakkan lilin yang "terbuang" tersebut di atas sebuah lilin panas yang mencair, dan lilin tersebut pun berdiri kokoh dan tetap menyala...
Ya, pada akhirnya kita punya tanggungjawab masing-masing untuk menyalakan dan menjaga pelita jiwa kita sendiri. Kita tidak bisa setiap saat berharap selalu ada pihak lain yang siap sedia menjaga pelita kita ketika redup atau bahkan mati. Tuhan juga akan menolong orang yang mau menolong dirinya sendiri, karena itu akan mempermudah karya-Nya di dalam diri kita. Amin
Salam teduh...
Yogyakarta, 8 Oktober 2014
Siang jelang sore
kristianaeli@gmail.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar