Lalu Ia bangkit dari doaNya, dan kembali kepada murid-muridNya, tetapi Ia mendapati mereka sedang tidur karena dukacita. KataNya kepada mereka: "Mengapa kamu tidur? Bangunlah dan berdoalah, supaya kamu tidak jatuh ke dalam pencobaan."
Luk 22 : 45-46
Di sepanjang perjalanan, ada perasaan yang sangat tidak nyaman. Hati saya berkali-kali berkata, "menjadi katholik itu tidak mudah", sempat saya merasa kecil dan tidak punya daya sebagai seorang minoritas. Baru beberapa menit melangkah setelah keluar gang, dan bermaksud menyebrang di jalur yang searah, saya nyaris saja ditabrak motor yang berjalan di belakang saya. Beberapa tukang becak sudah berteriak melihat kejadian itu, dan sayapun kaget sekali. Untung sekali si pengendara hanya berjalan pelan dan mampu mengerem dengan tepat, jika tidak minimal saya pasti sudah terjatuh dan lecet-lecet. Entah siapa yang patut dipersalahkan di suasana temaram senja itu, yang jelas saya segera melanjutkan perjalanan ke gereja dengan pikiran bahwa ini peringatan Tuhan atas keluhan-keluhan saya tadi...
Sepanjang misa berlangsung, saya tidak mampu mengendalikan pikiran-pikiran yang berkeliaran kemana saja. Sebenarnya saya sadar saya harus segera konsen ke misa, tapi kembali lagi saya tidak bisa fokus. Tiba-tiba saya merasa agak sakit, dari yang agak pusing, mau masuk angin, dan yang paling mengganggu adalah saya merasakan nyeri di dada saat bernafas. Saya heran, karena saya merasa dalam kondisi sehat-sehat saja. Tidak lucu rasanya jika dalam keadaan berangkat sendiri misa saya harus ke ruang kesehatan. Namun homili romo membuat saya kembali tersadar, bahwa ini mungkin peringatan kedua Tuhan untuk saya menyetop pikiran-pikiran liar saya. Dan saya bersyukur bisa mngikuti misa kamis putih dengan lancar dan sehat tidak mersakan gangguan kesehatan lagi sampai usai. Dari kejadian itu, saya memutuskan untuk mengikuti tuguran, karena ini waktu yang paling tepat untuk merenungi semua yang telah terjadi.
Sambil menunggu tuguran, saya sengaja rosario di bangku area tengah. Di tengah-tengah rosario, saya disuruh seorang petugas untuk pindah ke area depan agar depan terisi semua. Uniknya bangku depan sisi kiri lorong tidak ada yang mendudukinya, jadi saya ambil tempat itu sendiri. Senang rasanya karena selain dekat dengan altar, sayapun bisa melihat jelas romo paroki yang juga mengikuti tuguran. Karena beliau tidak mengambil buku panduan, sayapun memilih mengikuti beliau dengan hanya diam, mendengarkan bacaan dan tentu saja menatap altar dengan patung Kristus terselubung putih. Ada perasaan teduh dan tenang yang saya rasa. Saya mencoba memikirkan semua yang telah terjadi dalam hidup saya, dan kembali sadar bahwa kamis putih bukan hanya sekedar misa peringatan perjamuan terkahir saja, namun juga sarana perenungan diri akan ketidak sempurnaan kita selama ini, sebagai sarana "memutihkan" hati kembali dihadapan Tuhan, dengan Berjaga-jaga dan berdoa....
Salam teduh...
Yogyakarta, Jumat-sabtu 3-4 April 2015
kristianaeli@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar