Selasa, 25 Juni 2013

Lingkaran Teduh Taize


Katanya kepada mereka: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, mengikut salibnya setiap hari dan mengikut Aku.."
Luk 9: 23

Ketika memutuskan untuk menulis sebuah blog rohani, saya didera keraguan dan rasa tidak percaya diri. Siapalah diri saya ini? Saya hanya orang biasa yang tidak begitu menguasai ilmu teologi dan bukan pula umat yang aktif dalam hal gerejani (kecuali misa dan doa-doa harian). Saya juga selalu berpikir, jangan-jangan tulisan saya tersebut hanya dianggap "sok teori" belaka. Namun rupanya Tuhan terus menerus mengarahkan saya untuk menulis sehingga blog Suara Keheningan tercipta. Blog inipun saya jadikan sarana pribadi untuk selalu eling lan waspada (ingat dan waspada), agar selalu berhati-hati melangkah dalam hidup supaya tidak melenceng dari jalan Tuhan. Jika ada orang diluar sana yang mendapatkan inspirasi setelah membaca tulisan2 saya, maka saya menganggap itu sebuah anugrah, dimana Tuhan berkarya, menjamah orang tersebut lewat tulisan2 saya.

Untuk menjadi terus eling lan waspada, dengan cepat2 meluruskan hati, juga bukanlah perkara mudah. Seperti hari Minggu siang 23 Juni 2013 kemarin, contoh konkret begitu sulitnya pengendalian diri pada saya akan godaan yang bernama emosi. Kesabaran saya waktu itu benar2 diuji, pikiran dan hati saya sepanas siang itu. Saya sadar, hal tersebut tidak boleh dibiarkan terus menerus. Saya ini menulis blog rohani, dan tidak sepantasnya kata-kata tidak terkontrol ini berada di pikiran saya. Saya terus berusaha menetralkan diri, tapi hati saya belum bisa berkompromi.

Di tengah-tengah rasa kacau dan semrawut itu, saya teringat homili dari romo Nunung saat misa sabtu sore kemarin di GBM, bahwa manusia harus memanggul salib Kristus, dan Tuhan pasti melihat setiap karya yang telah kita buat. Waktu itu saya berpikir, blog rohani adalah salah satu karya iman saya, jadi tidakkah Tuhan melihatnya? Tolong saya Tuhan, tolong saya Tuhan, saya manusia biasa yang sedang membutuhkan bantuan rohani untuk memulihkan jiwa ini. Karena saya belum juga mampu menenangkan diri, akhirnya saya memilih untuk tidur, dan melupakan sementara perasaan saya.

Pukul 3 lebih, saya terbangun. Rifleks saya meraih Hp dekat tempat tidur saya. Sebuah SMS masuk dari seorang sahabat saya, yang isinya membuat saya kaget. Ia mengajak saya untuk bersama-sama mengikuti misa taize! Seperti mimpi rasanya, dari dulu saya sangat menyukai lagu-lagu taize, tapi belum pernah sekalipun mengikuti misanya. Ya Tuhan, itulah jawabanMu atas pengharapan saya, bantuan rohani atas pemulihan diri itu nyata terjadi, tanpa saya duga caranya sedikitpun. Luarbiasa caraMu untuk terus memegang jiwa saya Tuhan, dan misa taize itu saranaMu untuk saya menetralkan diri kembali.

Alam semesta seperti ikut memberkati. Rembulan yang bulat sempurna, dan langit malam yang terang menyertai perjalanan menuju Gereja Wil. St. Markus Ngireng Ireng Paroki HKTY Ganjuran. Misa taize yang meneduhkan dengan cahaya temaram dan pendar lilin-lilin menyentuh jiwa saya. Ketika saya tidak mampu mengucapkan kata-kata apapun, alunan lagu taize yang penuh kata-kata singkat dan berulang-ulang, sangat mampu mewakili perasaan saya. Kristus telah menyapa saya kembali, yang sempat terkontaminasi dengan beban-beban duniawi. Ia menggenggam jiwa saya yang lelah, menyegarkannya, dan melepaskan saya kembali ke dunia nyata untuk membagi kisah ini...
Salam teduh...

Jogja, 25 Juni 2013
Malam di kamarku

Jumat, 21 Juni 2013

Jodoh Harus Seiman?

Saya teringat ketika mendengar kabar bahwa beberapa teman waktu sekolah dulu meninggalkan Kristus demi bisa menikah dengan pujaan hatinya. Kecewa saya mendengar hal itu, dan jujur sejak saat itu sampai detik ini hubugan pertemanan saya sudah berbeda dengan mereka. Saya tahu itu tidak baik, namun saya belum bisa menetralkan perasaan saya terhadap orang-orang yang dahulu merupakan teman akrab saya.

Memang salah satu godaan terbesar di dunia ini adalah cinta. Cinta mampu membutakan apa saja demi kebersamaan dengan orang yang dicintai. Namun bukankah ada banyak jalan tengah tanpa harus menanggalkan kekristenan kita? Saya mengatakan hal ini karena saya adalah produk dari orang tua yang berbeda agama. Selama puluhan tahun bapak ibu  saya bisa mempertahankan cintadi tengah perbedaan. Gereja sendiri juga cukup mengerti dengan hal ini, dimana gereja membuat peraturan bahwa umat katholik boleh menikah dengan orang berbeda agama dengan syarat menikah di gereja dan mendidik anak-anak secara katholik. Jadi jelas bagamana pandangan gereja.

Saya pribadi termasuk orang yang setuju dengan jalan tengah itu, namun jika saya memakai sudut pandang lain, dimana sebagai murid-murid Kristus kita punya visi misi untuk membuat gereja berkembang, maka tentu saya akan memilih orang yang seiman. Gereja tidak hanya harus bertumbuh secara kwalitas, namun juga secara kuantitas, dan banyak orang yang lupa akan hal itu.

Sebagai wanita katholik dimana katholik adalah agama minoritas di negara ini, saya sangat menyadari ada banyak kegelisahan wanita dalam usaha untuk mendapaatkan jodoh yang seiman, dan hal tersebut banyak terjadi diantara teman-teman saya. Namun bukankah Tuhan itu maha adil? Di tengah dunia yang serba tidak pasti, ini akan ada kepastian jodoh bagi mereka yang percaya. Jika cinta diletakkan diatas iman, bagaimana mungkin Tuhan akan membawa kita kepada  cinta yang mendamaikan itu.. Cinta adalah produk duniawi, sedang kita tahu duniawi itu tidak abadi jadi cintapun juga tidak abadi. Lalu kenapa sampai membiarkan diri terhanyut untuk urusan yang tidak abadi tersebut?

Saya tahu pasti akan ada banyak pendapat yang mengatakan bahwa itu semua hanyalah teori belaka, karena pada prakteknya sangat sulit orang untuk lepas dari belenggu cinta. Menurut saya tidak juga, karena saya pribadi pernah meninggalkan sebuah hubungan yang berbeda agama, walau dia merupakan laki-laki terbaik untuk menjalin hubungan jangka panjang. Memang rasanya sayang sekali ketika kita menemukan orang yang sudah cocok dalam segala hal tapi harus melepaskannya, tapi sebagai seorang katholik, visi misi ini saya pegang teguh. Saya tidak bisa membohongi diri saya  bahwa akan ada kekurangnyamanan kelak dalam saya dan dia berumahtangga, jadi lebih baik saya kehilangan cinta yang menyangkut urusan duniawi, daripada cinta itu dapat mengancam iman saya akan Kristus di masa depan. Saya sadar, pernikahan seiman juga tidak menjamin hubungan yang baik antara dua hati, tapi jika jalan menuju Kristus sama, bukankah akan lebih mudah menyelesaikan setiap persoalan dengan  cara pandang yang sama?
Semua hal itu menjadikan diri saya hanya akan menginvestasikan perasaan kepada laki-laki seagama saja. Dengan terus mengelilingi diri saya dengan orang-orang seimanlah, hati saya akan terus dikuatkan akan pengharapan untuk mendapatkan jodoh yang seagama.

Bagi saya menikah itu menyangkut hubungan jangka panjang hingga puluhan tahun kedepan, sehingga akan lebih baik kita tidak menggunakan perhitungan matematis duniawi dalam memilih pasangan hidup, dan saya lebih suka menyikapi setiap perasaan yang ada dengan doa. Dengan doa, dengan dekat Tuhan, maka  Tuhanlah yang akan turun tangan lagsung memilihkan dan meyatukan hati saya dengan jodoh tersebut. Seseorang yang bukan saja pasangan hidup saya, tapi juga sahabat dalam hidup, dimana kami akan bergandengan tangan untuk saling melindungi, saling menjaga dan saling menguatkan .

Memang tidak ada pernikahan sempurna di dunia ini, tapi jika bersama laki-laki seiman yang dipilihkan Tuhan lewat doa-doa kita, maka saya percaya hidup kitapun pasti lebih baik, dan gerejapun akan terus bertumbuh dan berkembang di masa depan.
Salam teduh...

Jogja, 19 Juni 2013
Jelang siang, di salah satu sudut Teladan




Sabtu, 15 Juni 2013

Saat Yesus Sempat Menghilang Dalam Jiwaku

 Akulah jalan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapaku. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia.
Yoh 14: 6-7

Saya memang bukan umat katholik yg sangat taat, tapi saya sgt setia akan agama katholik, akan trinitas, dan akan Bunda Maria. Dan agama ini saya pilih juga bukan krn logika, dmn akan selalu mudah diotak-atik oleh otak manusia yg hanya sebesar buah kelapa itu, tapi saya pilih karena sebuah RASA...
Tapi rupanya Allah Maha Besar, sehingga mengijinkan sebuah peristiwa istimewa terjadi dalam hidup saya, dmn Ia mengijinkan PutraNya yg tunggal "menghilang" bbrp waktu dlm hidup saya. 

Peristiwa ini terjadi thn 2001, kala itu di Tv ada seorang tokoh agama (yg mhn maaf tdk bisa saya sebutkan, krn itu janji saya sama Tuhan, dmn Tuhan sdh memberi ganjaran sepntasnya kpd beliau..) dmn ia memakai kata2 hinaan akan Nabi Isa, yg pada intinya mempertanyakn status anak Allah. Saya sakit hati sekali waktu itu, sy sangt kecewa dg tokoh tersebut yg tdk seharusnya mengeluarkan kalimat tidak pantas yg menyinggung umat nasrani.
Saya sgt sedih, dan saya datang kpd Tuhan dan menangis, serta terus bertnya2, benarkan bahwa Yesus anakMu Tuhan, dan orang tsb salah bukan? Saya benar2 goyah, saya ingat waktu itu adl salah satu masa terberat dalm hidup saya, krn ketika saya berdoa saya memang menyebut nama Tuhan, tapi saya tidak tahu doa ini utk siapa, saya tdk tahu doa ini sampai kemana, dan kepada siapa saya berdoa. Rasanya doa saya seperti membentur dinding, rasanya jiwa saya kosong. Saya harus mengadu kemna? Saya tdk tahu waktu itu..

Setiap saat ketika berdoa, saya menangis terus, saya minta sama Tuhan utk menunjkkn jawabannya kpd saya. Dan Tuhan maha besar,  tepat di hari ketiga, Tuhan Yesus sudah kembali lagi kpd saya, dg cara yg sangat sederhana...
Saya ingat, hari itu hari Jumat, dan ada mata kuliah agama katholik, dmn kami membahas sebuah tema yg begitu seru. Ada diskusi, ada sharing, dan saya bahagia sekali rsanya berkumpul dg teman2 seiman pada perkuliahan itu.
Nah moment Tuhan Yesus datang adl ketika saya baru saja melangkah keluar dari ruang kuliah, entah knp tiba2 saja saya teringat akan masalah yg sedang saya hadapi, tapi anehnya, tiba2 saja Yesus sudah hadir, Ia ada di jiwa saya, dan 3 hari yg lalu itu seperti mimpi rasanya... Saya bahagiaaa sekali, tapi sempat bingung, kenapa begitu mudahnya Yesus pergi, tapi 3 hari kemudian begitu mudahnya pula ia "bangkit" lagi dlm jiwa saya.. Apa maksud semua ini Tuhan...?

Saya terus merenungkan hal itu, sampai saya menemukan satu pelajaran berharga yg ternyata ingin Tuhan berikan kpd saya, yaitu bahwa kita selalu berharap Tuhan datang menunjukkn kuasanya dg cara luar biasa, dg cara yg sgt ajaib, dg cara mukjizat, pdhl Tuhan tdk selalu datang dg cara demikian, kadang Tuhan menyentuh hati kita dg cara yg sgt biasa dan sederhana, dan inilah yg byk orang tdk pahami. Kuasa Tuhan juga hadir dg cara yg sgt sederhana, sama spt ketika Ia dilahirkan juga dg cara yg sgt sederhana...

Rabu, 12 Juni 2013

Kepantasan Mengikuti Sakramen Ekaristi

Jika seorang mempunyai seratus ekor domba, dan sesekor diantaranya sesat, tidakkkah ia akan meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di pegunungan, dan pergi mencari domba yang sesat itu? Dan aku berkata padamu: Sesungguhnya jika ia berhasil menemukannya, lebih besar kegembiraannnya atas yang seekor itu daripada atas yang ke sembilan puluh sembilan ekor yang tidak sesat. Demikian juga Bapamu di sorga tidak menghendaki supaya seorangpun dari anak-anak ini hilang.
 Mat 18: 12-14

Sebagai seorang manusia biasa, kadangkala saya mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan yang memicu emosi, amarah, maupun rasa kesal ketika akan mengikuti ekaristi di gereja. Entah itu saat masih di rumah, dalam perjalanan ke gereja, atau bahkan saat sudah duduk di bangku dalam gereja. Rasa-rasa negatif tersebut kadang malah melupakan persiapan batin diri saya untuk menyambut sakramen ekaristi.

Ada dilema di hati. Jika masih di rumah, apakah saya akan tetap berangkat ke gereja walau merasa tidak pantas, atau jika sudah ada di dalam gereja apakah saya akan tetap menerima komuni atau tidak. Kadang-kadang saya bingung sendiri dengan jawabannnya. Tapi ayat di atas sangat menenangkan hati saya, apapun yang tengah terjadi dalam hidup saya, seberapapun perasaan tidak pantas itu ada, saya harus tetap datang dan dekat dengan Tuhan, karena semakin saya menjauh dan membuat jarak dengan Tuhan, maka saya akan semakin sulit untuk ditolong Tuhan. Bukankah gereja adalah tempat yang paling tepat untuk memulihkan diri dan menjernihkan pikiran? Jadi saya memilih untuk tetap datang ke gereja bagaimanapun perasaan saya.

Itulah kenapa saat ini setiap kali akan menerima komuni, doa saya seperti ini, sangat singkat : Ya Tuhan, pantaskanlah diri saya untuk menerima tubuh dan darah Kristus dari-Mu. Amin. Bapa kami...
Dan ketika selesai menerima komuni, maka doa sayapun juga sama singkatnya, seperti ini : Ya Tuhan terimakasih karena Engkau pantaskan diri saya dalam menerima tubuh dan darah Kristus dari-Mu. Amin Bapa kami...

Itulah doa saya, doa yang menjadikan diri saya merasa pantas kembali untuk tetap datang kepada Tuhan, karena saya adalah domba-domba-Nya, yang kadang hilang, tapi pasti akan selalu disambut dengan baik oleh Sang Gembala Kehidupan, yaitu Yesus sendiri.

Jogja, 11 Juni 2013
_________________________________________________________

Gereja Terfavorit : Gereja Brayat Minulyo, Patangpuluhan Wirobrajan Yogyakarta



Gereja ini merupakan gereja yang sering saya sebut dalam tulisan-tulisan saya. Sebuah gereja yang memang tidak begitu populer apalagi di kalangan anak muda, dan kalah terkenal dibanding gereja induk, Pugeran. Gereja ini letaknya masuk kampung, tepatnya berada di  jalan Lokananta Patangpuluhan,  dimana umatnya didominasi oleh orangtua  dan keriuhan anak-anak, tapi anehnya saya sangat menyukai gereja ini, gereja yang selalu membuat saya kangen untuk mengikuti misa disitu. Gereja ini juga memberi banyak arti bagi saya, dan menjadi saksi sejarah pertumbuhan iman saya, mulai dari mengenal gereja untuk pertama kali bersama ibu, mengikuti pelajaran baptis, lalu pelajaran krisma, juga gereja tempat saya merenung, tempat saya mengucap syukur, bahkan sering menjadi tempat dimana saya berurai airmata. Dan salah satu alasan kenapa saya paling suka ke gereja di hari sabtu sore, ya karena kebiasaan sejak kecil selalu mengikuti misa mingguan yang adanya hanya tiap sabtu sore saja di Gereja Brayat Minulyo ini. Bagi saya  akhir pekan identik dengan kesenangan duniawi, maka misa sabtu sore mengajarkan saya untuk melakukan kewajiban iman dahulu baru melakukan apa yang menjadi hak manusia untuk menikmati akhir pekan, sehingga Tuhan akan selalu melindungi  dalam hal apapun yang dilakukan di akhir pekan, sehingga pagar  untuk terus menjadi anak terang itu terus terjaga.

Minggu, 02 Juni 2013

Hosti Yang Terjatuh 2 kali dari Tangan saya...

Akulah roti hidup yang turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah dagingKu, yang akan Kuberikan untuk hidup di dunia.
Yoh 6 : 51

Sebenarnya pada awalnya saya ragu-ragu untuk membagi kisah ini ke umum, entahlah saya merasa tidak berani untuk membaginya, tapi renungan saat penutupan adorasi 24 jam di Gereja Brayat Minulyo Wirobrajan Yogyakarta baru saja tadi, semakin menguatkan saya untuk membagi kisah saya, karena saya percaya Tuhan Yesus bersama roh kuduslah yang memampukan saya untuk menyusun kisah saya sebagai bahan renungan bagi kita semua.

Saya sangat memahami apa yang Anda pikirkan ketika membaca judul di atas, pasti pertanyaannya adalah kok bisa? Pasti sembrono, pasti tidak fokus, pasti posisi tangan tidak pas, dan bayak pernyataan lainnya.. Ya, saya terima semuanya, namun bisa saya katakan bahwa saya tidak dalam kondisi sembrono dan sebangsanya. Saya percaya jika Tuhan sampai mengijinkan hosti itu terjatuh, mungkin Tuhan melihat diri saya sedang tidak pantas saat menerimanya, atau mungkin Tuhan menginginkan saya belajar sesuatu yang semakin mengungatkan iman saya dengan kuasaNya yang penuh misteri...

Hosti pertama jatuh saat saya menerima komuni di gereja sekitar awal tahun 2000an, tapi yang paling saya sesali waktu itu adalah saya membiarkannya terjatuh di lantai, saya mendiamkannya, dan menunggu Prodiakon yang mengambilnya untuk saya. Ya, saya mendiamkannya seperti seorang anak kecil yang diberi makanan oleh orangtua, lalu makanan itu terjatuh, dan saya mendiamkannya....Ya, itulah pemahaman saya dahulu akan makna hosti. Pemahaman saya yang sempit itulah yang mebuat saya tidak mengerti akan kesalahan yang saya lakukan, padahal hosti bukanlah sekedar roti kecil tidak berasa, tapi merupakan tubuh Kristus yang telah dikurbankan untuk menyelamatkan kita umat manusia.
Tuhan memang menegur saya kemnudian, lewat seseorang yang memberitahu bahwa saya melakukan kesalahan besar waktu itu, dan akhirnya dengan berlinang air mata, sejuta penyesalan saya ungkapkan lewat doa, dan andai waktu boleh berputar, maka saya akan mengambil hosti yang terjatuh tersebut secepat mungkin, tidak perduli mau lantai sekotor apapun, itu adalah tubuh dan darah Kristus yang tidak boleh terjatuh di tempat yang tidak seharusnya.

Dan setelah bertahun-tahun berlalu, ternyata Tuhan mengizinkan hosti terjatuh kembali dari tangan saya sekitar satu setengah bulan yang lalu, tapi kali itu dengan hati mantap saya ambil hosti tersebut dengan cepat. Sejujurnya saya kaget sekali, kenapa hal itu sampai terulang kembali, sebegitu tidak pantaskah diri saya? Tapi ketika saya merenungkan dalam-dalam, dan flash back akan apa yang terjadi ketika peristiwa hosti terjatuh dari tangan saya yang pertamakali, saya jadi teringat akan doa dan pernyataan saya bahwa "andai saya boleh mengulang kembali ketika hosti terjatuh, maka saya pasti akan mengambil hosti tersebut secepat mungkin dan tidak akan membiarkannya tergeletak di lantai begitu saja.."  dan Tuhan memang menguji pernyataan saya tersebut, agar sayapun bisa memperbaiki kesalahan besar yang pernah saya buat dahulu....