Minggu, 30 November 2014

Taat Pada "Sinyal" Tuhan..


Bless The Lord
Pujilah Tuhan, Pujilah Nama-Nya
Pujilah Tuhan, sumber kehidupan

Ketika memliki sebuah permohonan, saya kadang bingung, cara seperti apa yang paling cepat dikabulkan Tuhan. Ada yang bilang untuk doa novena 3x salam maria, ada yang bilang doa koronka, ada juga yang bilang agar ziarah kesana ziarah kesini, saking banyaknya nasihat, kadang saya jadi bingung. Kalaupun saya lakukan, belum tentu juga akan  terkabul, sehingga menjadikan rasa malas muncul untuk berusaha lagi.

Saya pernah seperti itu, dari novena 3 hari berturut-turut sampai yang 9 hari berturut-turut pernah dan menurut saya itu yang paling berat, karena saya paling tidak mudah untuk disiplin dalam berdoa panjang di jam yang sama, kadang malas, kadang tidak mood, mengantuk (kalau malam hari), dan banyak alasan lainnya. Lalu ketika perjuangan saya tersebut tidak membuahkan hasil, muncullah rasa "eneg" akan doa novena, sehingga saya tidak mau bernovena lagi. Namun rupanya Tuhan ingin saya bernovena lagi, lewat sebuah "kebetulan".
Suatu ketika saat saya membuka lemari untuk mengambil sesuatu, tiba-tiba secara tidak sengaja kertas panduan doa novena saya terjatuh sampai bisa keluar dari lemari dan masuk kolong  tempat tidur. Waduh, ada apa ya, karena saya paling sensitif jika terjadi sesuatu yang menyangkut sarana rohani saya. Waktu itu yang ada di pikiran saya hanyalah  pertanyaan apa saya disuruh novena lagi  ya, tapi jujur saya males sekali harus doa itu, sehingga akhirnya baru beberapa hari kemudian saya berdoa, itupun hanya novena 1x, dengan permohonan yang tidak semantap dulu, jadi ya hanya sekedar curhat dan sarana kewajiban saya melakukan "keinginan" Tuhan.
Eh, tanpa saya duga di tanggal 16 Oktober 2014, tepatnya sehari setelah saya novena, permohonan saya dikabulkan Tuhan

Dari peristiwa itu, saya jadi mengambil kesimpulan, bahwa jika ada sinyal-sinyal Tuhan untuk saya melakukan suatu hal rohani walau saya mungkin tidak menyukainya, maka akan AKAN SAYA LAKUKAN SAJA, karena mungkin itu salah satu cara Tuhan untuk menjawab doa kita.
Salam teduh..

Yogya, Oktober-November 2014
kristianaeli@gmail.com

Minggu, 12 Oktober 2014

Nyalakan dan Jagalah Pelitamu...







Minggu, 5 Oktober 2014, saya bersama seorang sahabat mengunjungi gua Maria Jatiningsih, Yogyakarta. Sebuah tempat peziarahan paling indah di hati saya. Saat datang, rupanya sedang berlangsung misa, dan kami datang terlambat karena sudah sampai homili. Jadilah kami duduk-duduk di anak tangga dekat tebing sambil mendengarkan misa, dan alam seperti menyapa dengan liukan indah  alur sungai progo yang menyempit di akhir musim kemarau panjang, bersama ranting-ranting pohon bambu yang berbisik terkena angin, yang menjuntai dan  seakan hampir jatuh, beserta burung-burung kecil bergerombol yang sesekali terbang dan hinggap kembali  diatas pepohonan hijau di pinggir tebing.


Saat waktunya saya akan berdoa rosario, ternyata tempatnya sudah penuh sesak, namun lucunya tidak ada yang berinisiatif mengambil tempat duduk di bagian paling depan, paling dekat dengan altar. Karena saya ingin sekali bisa berdoa dekat dan pas di depan patung bunda Maria, akhirnya saya mengambil tempat terdepan yang masih kosong itu, walau harus permisi dengan orang di belakang saya, sembari melepas sandal, dan duduk lesehan di atas ubin penuh dedaunan kering.
Di tengah-tengah rosario, angin berhembus kencang sekali dengan durasi yang agak lama. Ah, mungkin bunda Maria sedang menyapa setiap hati yang berdoa memohon padanya, karena saya merasa sangat nyaman dengan angin ini. Ketika selesai berdoa dan membuka mata, ternyata hampir semua lilin di depan patung bunda Maria mati. Seketika saya berpikir, ah, apa saya nyalakan saja ya lilin-lilin tersebut. Tapi saya sendiri tidak membawa lilin, apalagi korek. Apa saya mencabut salah satu lilin lama yang telah mati sebagai perantara mengambil api dari lilin yang masih menyala ya... Tiba-tiba mata saya tertuju pada sebuah lilin yang tergeletak diantara banyak lilin lain yang berdiri kokoh. Rupanya lilin tersebut setengah patah, sehingga mungkin dibiarkan sang pemilik begitu saja. Akhirnya saya ambil dan gunakan untuk mengambil api dari lilin yang masih menyala, dan saya menyalakan lilin-lilin yang padam tersebut. Rupanya angin masih saja terus berhembus, tapi terus saja melanjutkan menyalakan lilin-lilin, hingga akhirnya saya menoleh ke arah lilin-lilin yang baru saya nyalakan tersebut, ternyata banyak lilin yang mati kembali, dan hanya beberapa saja yang masih menyala.
Ah... Rasanya repot sekali jika saya kembali menyalakan lilin-lilin tersebut kembali. Akhirnya saya berhenti dan meletakkan lilin yang "terbuang" tersebut di atas sebuah lilin panas yang mencair, dan lilin tersebut pun  berdiri kokoh dan tetap menyala...

Ya, pada akhirnya kita punya tanggungjawab masing-masing untuk menyalakan dan menjaga pelita jiwa kita sendiri. Kita tidak bisa setiap saat berharap selalu ada pihak lain yang siap sedia menjaga pelita kita ketika redup atau bahkan mati. Tuhan juga akan menolong orang yang mau menolong dirinya sendiri, karena itu akan mempermudah karya-Nya di dalam diri kita. Amin
Salam teduh...

Yogyakarta, 8 Oktober 2014
Siang jelang sore
kristianaeli@gmail.com

Kamis, 31 Juli 2014

Dalam Doa, Tuhanpun Menguji


"Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau berkenan, ambillah cawan ini dari hadapan-Ku, tetapi janganlah menurut kehendak-Ku, melainkan kehendakMu yang terjadi."
(Mat 26: 39)

Berdoa, salah satu cara kita untuk dekat dengan Tuhan, cara kita untuk memperoleh kedamaian lewat iman. Namun pernahkah kita berdoa di tempat yang tepat, dengan cara yang tepat tapi malah mengalami atau mendengar hal-hal yang justru menyesakkan batin? Itu yang terjadi pada saya, sekitar 7 tahun lalu ketika saya berdoa di salah satu tempat peziarahan kepada Bunda Maria.

Siang itu, suasana tidak begitu ramai, walau tidak juga sepi. Di bawah bayang-bayang pohon, dengan sehelai tikar, saya berdoa sambil memejamkan mata. Di tengah-tengah doa, saya mendengar suara seorang wanita tua yang terus saja mengomel tidak karu-karuan, dari kata-katanya sepertinya ia kurang waras. Rupanya ia disuruh pergi oleh salah seorang yang menjaga tempat peziarahan tersebut karena keberadaannya sedikit mengganggu umat dengan racauannya. Omelan wanita itu dibalas dengan usiran dan bentakan-bentakan. Saya kaget mendengar hal itu, tapi beruntung si wanita tua itu segera pergi sehingga suasana tenang kembali. Namun beberapa waktu kemudian si wanita datang kembali, kali ini dengan omelan-omelan yang lebih keras, dan usiran yang lebih kasar pula dari si penjaga. Semua bahasa preman, bahasa sampah, dan bahasa binatang keluar dibarengi dengan rontaan si wanita tua dan balasan makian yang juga menjadi-jadi. Lingkungan doa yang seharusnya tempat sedamai surga, menjadi seperti lingkaran neraka bagi saya.
Saya ingin sekali menghentikan doa saya karena tidak sanggup mendengarnya, dan sepertinya semua orang yang juga tengah berdoa dengan saya juga mengalami "pertempuran " batin , antara menghentikan doa  sejenak, atau berhenti  untuk menegur, atau terus saja melanjutkan doa. Namun sepertinya  saya, dan mungkin orang-orang lain yang sama-sama tengah berdoa telah "kalah", karena tidak ada satupun dari kami yang bereaksi akan hal itu. Saya kalah, karena hati nurani  saya memberikan sinyal-sinyal gelisah dan tidak damai, hingga si wanita tua itu bisa diusir dari tempat itu...

Tuhan kadang menguji kita saat kita berdoa, dengan cara yang tidak kita sangka, dan hanya pribadi bijaklah yang mampu menyikapi ujian Tuhan itu dengan cara yang baik. Saya memang jauh dari kata bijak, tapi semoga kita bisa memasrahkan diri sepenuhnya kepada kehendak Tuhan, tidak hanya saat kita menjalani kehidupan sehari-hari, namun juga saat kita menghadap langsung Tuhan dalam doa-doa kita, sehingga ketika ujian itu datang tiba-tiba, kita tidak menjadi pribadi-pribadi yang kalah... Amin.
Salam teduh...

Yogya, 31 Juli 2014, tengah hari...

Senin, 21 Juli 2014

Menghormati Kesucian Rosario



Tampaklah suatu tanda besar di langit, seorang perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah mahkota dari duabelas bintang di atas kepalanya.
(Wahyu 12:1)

Beberapa waktu lalu, saya mengikuti sebuah ibadat di rumah salah satu umat. Sang tuan rumah kebetulan menggunakan kursi plastik (bukan lesehan) sebagai tempat duduk tamu. Saat dilakukan doa koronka dengan mempergunakan rosario, saya melihat seorang ibu, yang duduk dua baris di depan saya, yang agak ceroboh memperlakukan rosarionya. Waktu itu doa telah sampai di tengah-tengah, entah saking khusyuknya atau memang kebiasaannya seperti itu, posisi salib pada rosarionya, yang kebetulan berukuran besar, sampai rebah menyentuh lantai di bawah kursi tempat duduknya, tepat di tengah-tengah kedua kakinya. Saya kaget menyaksikan hal itu, tapi tidak bisa berbuat apa-apa karena tengah doa. Untung sekali lantainya keramik dan bersih, karena saya benar-benar tidak bisa membayangkan jika lantainya tanah, maka begitu "rendahnya" posisi salib kristus dibanding si pendoa.

Sejujurnya, banyak dari kita yang agak ceroboh dalam memperlakukan rosario, entah sengaja ataupun tidak, tapi mudah-mudahan catatan kecil saya tentang salah satu umat dalam cerita di atas menjadi sarana introspeksi kita untuk lebih menghormati kesucian rosario. Salam teduh...

Yogya, 20 Juli 2014
Malam, 20.04 wib

-------------------------------------------------------------------------------------

Gua Maria Pringningsih

Mungkin banyak yang akan bertanya-tanya, dimana lokasi gua maria Pringningsih tersebut, karena namanya asing sekali di telinga kita. Sebenarnya tidak ada gua maria dengan nama itu, karena itu hanyalah nama sebutan saya pribadi untuk calon gua maria Gereja Brayat Minulya, Patangpuluhan Wirobrajan Yogyakarta. Saya sebut Pring karena disekitarnya dahulu banyak pohon pring (bambu). Ningsih, karena "audio" alam  yang seperti Jatiningsih, dimana suara gemericik air terdengar dari tempat berdoa terutama saat malam hari. Gua marianyapun belum dibangun, tapi energi doa rosario kepada bunda Maria telah ada, dengan diadakannya ibadat rosario setiap har Senin pukul 21.00. 
Harapan saya di tahun ini, gua maria "Pringningsih" telah jadi, dan menjadi tempat terdekat untuk "berteduh" umat area Brayat Minulya, untuk menyandarkan hati kepada sang Bunda... Amin

Minggu, 20 April 2014

Lawatan Tak Terduga


"Bangkit bersama Kristus untuk mencintai dan melayani"


Misa malam paskah 2014 ini merupakan salah satu yang terindah yang saya rasa sepanjang hidup saya. Perayaan malam paskah di Gereja Brayat Minulya, Paroki Pugeran Yogyakarta terasa sangat hidup. Wilayah Patangpuluhan sebagai tuan rumah dan sekaligus petugas untuk semua rangkaian misa, mampu menampilkan kemampuan koor terbaiknya. Begitu juga dekorasi altar yang agak "mengagetkan" untuk malam paskah,  menghantarkan umat pada altar dengan suasana hijau tropis, penuh "pohon" palma dengan hiasan bunga-bunga. Benar-benar perpaduan sempurna dekorasi minggu palma dan malam paskah. Sentuhan seni juga nampak pada lukisan wajah Yesus yang terpampang pada dinding gereja, dengan kanvas gabus, media sederhana namun mampu mengguratkan talenta indah sang pelukis. Tidak Lupa aksen jawa juga muncul leawat bulatan-bulatan motif batik lewat sehelai kain pada tiang-tiang penyangga gereja. Dan semuanya itu manis.. 

Tapi diluar keindahan visual gereja, ada sebuah peristiwa kecil yang saya catat, yang berupa "lawatan" tak terduga Tuhan yang saya lihat...

Waktu itu saya mendapat tempat duduk di deretan kursi tambahan sepanjang gang diluar area utama gereja, dimana antara area utama dan luar area hanya dibatasi tembok kecil setinggi kurang lebih satu meter. Saya duduk persis di samping tembok tersebut, dan jarak antara tembok ke bangku dalam area utama gereja tidak sampai satu meter. Itu merupakan gang kecil yang jarang sekali bahkan tidak pernah dilewati Romo saat pemercikan air suci ke umat. Mana mungkin dilalui, orang bertubuh besar saja kadang harus berjalan miring. Tapi apa yang kami pikir tidak mungkin itu, menjadi mungkin jika Tuhan yang menghendakinya. Di luar dugaan, ternyata Romo memercikkan air suci lewat gang kecil itu, walau harus berjalan agak miring diikuti seorang misdinar di belakangnya. Kaget saya, jangankan Romo, Prodiakon saja mungkin memilih jalan yang lain yang lebih lebar agar bisa menjangkau umat lebih banyak, tapi ini dilakukan Romo yang merupakan pemimpin misa suci, dan bahkan seorang pastur kepala lagi, dan beliau langsung memilih jalan kecil tersebut sebagai jalur pertama beliau lewat. Bisa diibaratkan kami yang ada di antara gang kecil tersebut seperti "orang-orang pinggiran" yang jarang tersentuh, yang tiba-tiba didatangi langsung oleh bapak walikota yang memberi bantuan! Siapa yang akan menyangka hal tersebut...

Tuhan memang memperhatikan semua yang sering terlewati, Ia mencintai, Ia melayani, dan Ia melawat semua orang tanpa pilih kasih. Mari terus saja berharap pada Kristus sang penebus dunia, karena Ia pasti akan melawat kita dengan cara-caranyaNya yang tidak terduga, karena Kristus Tuhan kita semua...
Selamat Paskah 2014, salam teduh...

Yogyakarta, 20 April 2014
siang jelang sore
kristianaeli@gmail.com






Senin, 07 April 2014

Dalam Gelap, Engkau Semakin Dekat...


 "Pujian bagi-Mu, Ya Kristus, 
cahaya yang bersinar dalam kegelapan."

Saat malam tiba, kita menyalakan lampu atau penerangan lain untuk mengusir gelap. Terang membuat kita nyaman, aman dan mempermudah kita dalam melakukan apapun. Namun tidak selamanya gelap itu tidak baik dan membuat kita tidak nyaman, seperti kisah saya beberapa waktu lalu saat mengunjungi Ganjuran.

       Bersama seorang teman, saya berboncengan kesana sore hari dalam suasana hujan, dan sampai disana ketika gelap tiba. Waktu itu misa di gereja Ganjuran sudah dimulai, dan teman saya mengajak untuk ikut misa, tapi saya pikir sudah terlambat agak lama, jadi saya putuskan untuk langsung saja berdoa di candinya.

       Karena gerimis masih turun, saya mengambil tempat duduk agak ke barat, dibawah tenda, agar kami tidak kehujanan. Saya kemudian duduk dan memulai doa saya. Setelah beberapa waktu berdoa, tiba-tiba saja lampu padam. Seluruh area Ganjuran gelap gulita. Agak kaget juga saya, karena ini pertamakalinya saya berdoa dalam suasana gelap, sepi, gerimis, dingin, dan hanya beberapa lilin di dekat altar candi saja yang menerangi, namun cahayanyapun tidak sampai tempat duduk saya.

      Biasanya dalam suasana sedikit 'mencekam' itu, saya merasa takut, tapi kok saya justru merasakan perasaan yang teduh sekali. Saya merasa jauh lebih nyaman berdoa dalam suasana seperti itu. Suasana ketika titik-titik hujan, angin semilir, pendar lilin, dan sayup-sayup suara misa yang justru membuat saya seperti bersatu dengan alam semesta, dan Tuhan terasa dekat sekali....
Entah berapa menit telah lewat, dan  saya masih saja  berdoa hingga  lampu kembali menyala. 

       Sekelumit pengalaman di atas, membuat saya berfikir, gelap ternyata tidak selalu buruk dalam hidup kita. Dalam situasi gelap, baik gelap dalam arti sesungguhnya atau ketika kita dalam pencobaan, nama Tuhan justru lebih sering kita sebut, kita justru mencarinya, dan kehadirannya justru terasa sangat dekat dalam hidup kita.

       Pertanyaannya sekarang adalah, apakah kita harus menghadirkan dahulu kegelapan dalam hidup kita baru kita menyadari bahwa Tuhan hadir dalam hidup kita? Mari kita renungkan bersama-sama...
Salam Teduh...

Yogya, minggu siang 6 April 2014
kristianaeli@gmail.com

Senin, 31 Maret 2014

Pastur Kepala Teladan


 Jawab Yesus kepada mereka : "Apabila kamu berdoa, katakanlah : Bapa, dikuduskanlah namaMu, datanglah Kerajaanmu. Berikanlah kami setiap hari makanan kami yang secukupnya, dan ampunilah kami akan dosa kami, sebab kamipun mengampuni setiap orang yang bersalah kepada kami, dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan.
Luk 11:2-4

Di minggu sore, saya sengaja datang lebih awal untuk mengikuti misa. Selain bisa bebas memilih bangku tempat duduk yang paling membuat saya bisa khusyuk, sayapun juga ingin berdoa rosario. Namun, saat saya baru masuk dari pintu utama gereja, mata saya tertuju pada sosok imam berjubah putih yang tengah mengambil air suci yang masuk dari pintu samping gereja. Bukankah beliau pastur kepala? Dan bukankah misa masih lama dimulainya? Tanya saya dalm hati.
Beliau mendekati altar, memberi hormat, lalu berbalik dan duduk di kursi umat paling depan. Karena tujuan utama saya adalah duduk di area depan, maka sayapun memilih duduk dua baris di belakang sisi kanan beliau.

Bagi saya ini pemandangan langka untuk saya lihat, karena biasanya romo baru masuk gereja setelah misa dimulai, dan itu membuat saya penasaran dan ingin tahu apa yang beliau lakukan. Rupanya beliau membuka buku doa, dan Madah bakti, lalu berdoa. Selesai berdoa, beliau terdiam dan hanya terus memandang altar...
Seperti inikah sosok yang akan mempersiapkan hatinya dalam memimpin misa? Menetralkan hati dalam proses peralihan dari "dunia pasar ke dunia altar"...
Saya masih saja terus mengamati beliau, hingga sekitar sepuluh menit sebelum misa, beliau beranjak menuju altar, menata kitab suci dan beberapa buku, lalu masuk ke dalam sakristi...

Saya mencoba berkaca dengan diri saya, sosok yang jauh daris sempurna ini. Saat masuk ke dalam gereja, apa yang saya lakukan? Berdoa setelah sampai dalam gereja itu pasti, kadang rosario  jika saya sedang ingin rosario, tapi jika misa masih saja belum dimulai? Ya, saya kadang saya sedikit ngobrol dengan umat sebangku, atau mengamati umat sekitar tempat duduk, atau kadang melamunkan dan memikirkan hal yang tidak berhubungan dengan imani.

Tapi tentu yang terbaik adalah seperti pastur kepala tadi, mengisi waktu yang ada dengan doa, mengisi hati dengan iman dan hal tersebut patut diteladani oleh saya, oleh anda, dan oleh kita semua.

Yogyakarta, 31 Maret 2014
Pagi menjelang siang
kristianaeli@gmail.com