Rabu, 21 Oktober 2015

Kematian Itu Indah...!(?)

"Apa untungnya bagi seseorang kalau seluruh dunia ini menjadi miliknya 
tetapi ia kehilangan hidupnya?"
(mat 16 : 26 )

Beberapa waktu yang lalu seorang teman meminjamkan sebuah buku pada saya, buku tersebut berjudul "Kematian Itu Indah, Bagaimana Menghadapinya..". Saya sempat kaget membaca bukunya, tema yang langka, dan buat kebanyakan orang tidak berani membacanya terutama pada lembar-lembar awal. Siapa orang yang siap menghadapinya? Buku itu sangat bertentangan dengan kebanyakan orang pikirkan tentang kematian. Siapa yang siap? Namun saya ikuti saran teman saya tersebut untuk membaca buku itu perlahan-lahan, merenungkan. Jika masih saja belum siap maka tutup dulu bukunya, lalu baca lagi ketika sudah siap. 
Ya, saya mencoba untuk membaca lembar demi lembar, hingga selesai, hingga saya bisa menyimpulkan bahwa saat seseorang tengah berada di titik damai, maka ia telah siap menerima kematian itu. 

Sebagai manusia biasa, jelas saya tidak siap, banyak hal yang belum saya raih di dunia ini, belum banyak yang saya lakukan, tapi sebagai manusia beriman, kita harus percaya  bahwa Yesus telah berkorban hingga mati untuk kita, sehingga kita tidak perlu khawatir karena setelah kematian api penyucian itu ada, dan ada bunda Maria yang menemani. Namun sudahkah kita memberikan apa yang menjadi hak Tuhan  yaitu kesetiaan dalam iman? Sudahkah kita memberikan apa yang menjadi hak manusia lain dimana Yesus ada di dalam mereka? 
Mari melakukan semampu kita, selalu ingat dan waspada godaan dunia, selalu datang kepada Tuhan tidak hanya saat kita butuh, tapi kapanpun. Kita diberi 1440 menit seharinya, bisakah kita membuka dan menutup hari dengan datang kepadanya? Kita diberi 7 hari dalam seminggu, hanya satu hari saja seminggu bisakah kita duduk diam di dalam gereja? Jika maksimal tidak bisa kita berikan, maka minimalpun Tuhan akan menerimanya, karena sebegitu baiknya Tuhan, sekali lagi karena sebegitu baiknya Tuhan... 
Salam teduh.

Yogya, 26 Sept 2015, pagi.
kristianaeli@gmail.com

Minggu, 20 September 2015

"Jalan Salib" Dalam Rosario

"Ketika aku berdoa lewat tanda salib yang kubuat,lewat butir-butir rosario dalam jari jemariku, maka suara keheningan itu tiba.."
Eli Kristiana

Sebagai manusia yang jauh dari sempurna, saya kadang dihadapkan pada tantangan-tantangan hidup yang cukup menekan jiwa saya, membuat saya tidak mood menjalani hidup, bahkan untuk datang kepada Tuhan. Namun uniknya, setiap kali saya berada dalam kondisi yang tidak terlalu ideal, sering-seringnya saya diminta untuk memimpin rosario dalam kelompok-kelompok doa yang saya ikuti. Antara kaget, tidak mood, gentar, tidak percaya diri, dan tidak pantas semua bercampur jadi satu. Namun ketika semua saya jalani apa adanya diri saya, dengan sisa-sisa "rohani" yang saya miliki, ternyata hasil dari kesediaan saya tersebut adalah PENGUATAN untuk jiwa saya. Seakan-akan jiwa saya disejukkan kembali.

Selain peristiwa di atas, ada hal lain yang juga ingin saya bagi. Suatu malam saya ingin sekali berdoa rosario. Padahal pikiran dan kata hati saya sedang tidak sejalan. Di hari itu ada hal yang buat saya sangat emosi akan sesuatu yang tidak bisa saya ceritakan disini. Biasanya saat emosi saya akan menunda semua hal yang menyangkut rohani, sampai pikiran ini tenang. Tapi rasa-rasanya saya memang "disuruh" Tuhan untuk tetap berdoa rosario. Jadilah saya meraih rosario saya dan mulai berdoa.

Saya sendiri sudah bisa menebak apa yang terjadi. Tiap-tiap butir rosario menjadi semacam "penyiksaan" batin untuk saya. Saya tetap saja marah dan kecewa akan situasi yang sedang terjadi, namun di satu sisi saya harus fokus berdoa. Sempat saya berencana berhenti  hingga saya siap, namun seperti  suara hati ini berbisik, "Tidak, saya tidak boleh berhenti, saya harus menyelesaikan rosario ini, apapun yang terjadi di pikiran ini!" Lalu saya teringat akan jalan salib, anggap saja ini jalan salib saya, yang berat, penuh perjuangan...
Setelah berpikir seperti itu eh lha kok saya merasa lebih ringan dalam rosario, dan mampu menyelesaiakannya dengan baik. Bukan kekuatan pikiran saya sebagai manusia, namun kebaikan Tuhanlah yang meringankan saya. Amin.
Salam teduh...

Yogyakarta, 19 Okt 2015
kristianaeli@gmail.com

Rabu, 29 Juli 2015

Penyatuan Doa Dalam Kelompok Rohani

Beberapa waktu yang lalu, saya pernah menulis bahwa Gua Maria "pringningsih", sebutan saya pribadi untuk calon gua maria Gereja Brayat Minulyo yang belum ada, belum dibangun karena keterbatasan dana, namun energi doa telah dibangun di area tersebut dengan diadakannya ibadat rosario setiap pekan sekali. Ibadat tersebut sering saya ikuti, selain sangat menyukai rosario, sayapun menemukan perasaan teduh dalam kelompok doa tersebut.

Dengan sebuah patung maria yang tengah menangkupkan kedua telapak tangan di dada, dengan penggambaran sedang berdoa, lalu dua buah lilin menyala di kiri dan tangannya, serta semacam kain selubung biru muda yang dipasang dari atas pusat patung dan memanjang kebawah menyamping di kanan kiri patung, kami semua berdoa dalam cahaya remang malam dan nyala lampu dari kejauhan. Deru sungai winongo terdengar jelas, dengan udara malam diatas jam 9 yang dingin, kami semua melebur dalam doa, dan alam sekitar. Suasana meditatif tersebut sangat nyaman dan cocok untuk saya terutama ketika pikiran tengah kacau, penat, akan urusan duniawi,

Saya yakin kita semua punya cara dan tempat masing-masing untuk dekat dengan kehidupan rohani, dan menjernihkan pikiran, mungkin dengan adorasi, ziarah, atau hanya berdoa sendiri di kamar masing-masing, dan kebanyakan orang memang lebih suka sendiri, tapi dari apa yang saya rasakan dengan ikut sebuah kelompok doa, terasa sangat membantu kita menguatkan hati dan doa kita, apalagi dalam cara doa-doa yang kita sukai, seperti yang ada dalam  kelompok-kelompok doa, entah rosario, karismatik, legio maria, dll. Tidak masalah kelompok usia mana yang kita ikuti, jika kelompok doa itu mayoritas berisi mereka yang sudah usia senja, malah menjadi keuntungan bagi kita untuk banyak belajar tentang  kehidupan dari mereka.
Berada dalam satu tempat yang sama, untuk berdoa bersama-sama akan mengentalkan atmosfir doa, dan menimbulkan kerinduan saat lama kita tidak datang.
Jadi mari kita ikut kelompok doa juga, semampu waktu kita, tidak hanya untuk keteduhan hati pribadi, tapi juga sarana membangun relasi sesama murid Yesus. Amin

Salam teduh.
Yogya, senin 29 Jan 2015. Malam dalam gerimis, pkl 21.00 wib
kristianaeli@gmail.com

Minggu, 14 Juni 2015

Maria, Sang Penabur Bibit Katholik


 "Ya nama-Mu Maria, Bunda yang kucinta.
Merdu menawan hati segala anak-Mu.
Patutlah nama itu hidup di batinku.
Dan nanti kuucapkan di saat ajalku."

Setiap orang memiliki sejarahnya masing-masing dalam menjadi seorang katholik. Jika kedua orangtuanya katholik, maka bisa dipastikan dan secara otomatis  ia akan dididik menjadi pengikut Kristus. Namun akan jadi menarik rasanya jika kedua orangtuanya berbeda agama seperti saya ini. Oleh karenanya saya mencoba flashback  pada diri saya beberapa puluh tahun lalu untuk menemukan alasan kenapa saya menjadi katholik.

Sepanjang ingatan saya, saya mulai dikenalkan agama katholik di usia 4 tahunan, sebelum saya masuk TK. Ibu kadang menceritakan tentang gereja, ketika saya bertanya apa itu gereja, ibu menjawab, "Ya besok kesana ya.." Setelah itu ibu membawa saya ke suatu tempat yang saya tidak tahu itu apa, yang kemudian saya tahu itulah gereja seperti yang dimaksud ibu, dan ibupun memberi saya sebuah permen coklat agar saya tidak meminta makan atau minum. Gereja itu bernama Gereja (kapel, dahulu) Brayat Minulyo, Patangpuluhan Yogyakarta, sebuah bangunan joglo, dengan bangku kayu (bagian tengah) dan kursi aluminium bercat kuning (di bagian sayap joglo), dan dibagian sayap itulah letak kami selalu duduk, dan tempat saya mengamati semua upacara gereja dengan pasif, dan bahkan lebih banyak mengamati orang-orang di sekitar tempat saya duduk. Di usia yang masih hijau tersebut, saya sudah merasakan perasaan senang dan selalu menanti untuk diajak kembali ibu ke gereja.

Namun diluar masalah gereja, ibu pernah menyebut satu nama yang pertama kali saya tahu yang ada dalam agama katholik, yaitu maria. Nama maria sangat melekat di diri saya, baru kemudian bayi Yesus. Doa pertama yang diajarkan ibu pada saya dan paling saya sukai yaitu Salam maria. Doa Bapa Kami baru saya ketahui setelah saya sekolah di TK, itupun saya bersekolah di  TK kristen yang tidak mengutamakan maria, namun uniknya saya tetap lebih cepat hafal dan suka Salam Maria dan sosok Maria karena lebih dekat dengan hati saya.


Jadi jika ditanya siapakah maria? Maka maria menurut saya bukan saja ibu dari Tuhan Yesus, bukan saja sang pendoa dan teladan, namun juga Sang Pembawa bibit dan Sang Penabur iman katholik dalam diri saya.
Lewat Marialah saya merasa dekat dengan Yesus. Jadi ajari anak-anak kita tentang maria, tentang Salam Maria, tentang rosario, maka Yesus akan lebih mudah datang kepada mereka. Amin.

Salam teduh.
Yogyakarta, Maret-Juni 2015
kristianaeli@gmail.com

Senin, 06 April 2015

Paskah Yang Sepi..

Syukur Padamu Tuhan (MB 427)
(Bait 2)
Kau Tumbuhkan dalam hati, pengharapan dan iman
Kau kobarkan cinta suci dan semangat berkorban
Kami Kau lahirkan pula 
Untuk hidup bahagia
Dalam kerajaanmu...

Dalam misa malam paskah tahun ini, saya mengikutinya bersama ibu dan seorang keponakan saya yang masih TK di Gereja Brayat Minulyo, Patangpuluhan Yogyakarta. Sengaja kami datang lebih awal, yaitu 1,5 jam sebelum misa jam 19.00 dimulai, tentu agar mendapat tempat yang paling strategis sesuai permintaan keponakan saya yang ingin jelas melihat prosesi upacara misa, khususnya yang dilakukan putra altar. Maklum beberapa waktu ini keponakan saya tersebut tiba-tiba mengatakan ingin menjadi seorang putra altar. Senang rasanya hati ini mendengar hal itu, walau itu hanya perkataan seorang anak TK yang bisa berubah-ubah setiap saat..
Waktu memasuki gereja, kalung yang saya pakai tiba-tiba lepas, hampir jatuh, dan tidak bisa diperbaiki, saya kaget, tapi saya tidak berpikir apapun. Karena saya mersa nyaman kalau memakai kalung, akhirnya saya mengalungkan rosario di leher saya sepanjang misa berlangsung. Di tengah misa, tiba-tiba tercium aroma (maaf) BAB. Rupanya keponakan saya mengalami sedikit BAB tak sengaja (kecerit, jawa) di celananya. Memang beberapa waktu ini ia sedang mengalami masalah pencernaan. Selain itu ia memang agak rewel. Akhirnya ibu bilang ke saya untuk mengajak keluar keponakan saya tersebut. Saya pikir ia diajak ke toilet  maupun area luar gereja untuk sedikit menenangkananya, tapi ternyata sampai misa usai, ibu dan keponakan saya tidak juga datang kembali ke bangku. Jadilah saya sendiri mengikuti misa, untung ada seorang ibu yang duduk di dekat saya, jika tidak entahlah apa rasanya, duduk sendirian di misa  malam paskah yang istimewa, karena bangku yang saya duduki itu letaknya di pinggir lorong tengah, di depan sendiri. Sesekali saya memandang gambar Maria di dinding gereja yang cantik sekali, dan saya suka sekali dengan gambar itu. Memandang wajahnya merupakan hiburan untuk saya. Ketika misa usai, ternyata ibu dan keponakan saya tidak ada, jadi mungkin mereka  sudah pulang dulu, jadilah saya pulang sendiri. Sampai di rumah, benar perkiraan saya, mereka sudah ada di rumah. Ternyata ibu berinisiatif mengajak pulang keponakan karena selain rewel, ia juga tidak bertemu dengan orangtuanya yang sudah janjian duduk di suatu tempat, padahal celana ganti yang juga dipersiapkan jika sewaktu-waktu terjadi BAB dibawa orangtuanya. Jadi mau tidak mau keponakan harus dibawa pulang supaya tidak menggangu kenyamanan umat lain.


Mendengar hal itu, sisi keibuan saya muncul. Rasanya sedih sekali mengetahui keponakan saya yang sebenarnya masih ingin senang di gereja dan tidak mau pulang, mau tidak mau harus pulang karena kesalahn pencernaan. Ya, juga ini kesalahan kami smua yang tua ini...
Pukul 22.00 saya memutuskan masuk kamar saja dan segera tidur, saya mersa tidak mood di malam paskah ini. Ada sedih, dan rasanya ini malam yang sepi sekali. Di tempat tidur, saya ingat homili romo tadi yang bertanya, "Apakah ada yang merasa sedih saat ini?" Di tengah sukacita dan kemeriahan misa malam paskah, mungkin banyak yang bilang tidak, tapi hati orang siapa yang tahu... Ketika misa usai, ketika kita pulang, ketika kita kembali kepada kehidupan duniawi kita, ada yang tetap bersukacita, namun ada pula yang          sebaliknya. Dan saya sendiri mengalami yang no 2 tadi. Biasanya dengan mudahnya saya akan sms teman-teman dengan kata-kata ucap seperti sukacita paskah, kebangkitan dll. Namun malam itu saya tidak mampu berkata apa-apa, karena saya terus saja mempertanyakan kenapa malam paskah seperti ini Tuhan, jauh dari harapan saya...

Namun.... di pagi harinya, kala saya terbangun di minggu pertama paskah ini, saya dikagumkan dengan sinar matahari yang sangat cerah. Dan itu mengingatkan saya kembali bahwa apapun yang telah terjadi semalam, matahari selalu terbit di ufuk  timur. 
Setiap hari adalah harapan, seperti Kristus sang pemberi harapan. Paskah tidak hanya sekedar kebangkitan semata. Jika kita bisa merasakan paskah dengan sukacita, ya bagus, tapi jika tidak, maka paskah adalah HARAPAN. Seperti harapan saya nanti akan paskah yang penuh sukacita di tahun 2016. Amin
Selamat Paskah 2015 !
Salam teduh

Yogyakarta, 5 April 2015. Minggu pertama awal paskah
kristianaeli@gmail.com





Minggu, 05 April 2015

Seputih Kamis Putih

Lalu Ia bangkit dari doaNya, dan kembali kepada murid-muridNya, tetapi Ia mendapati mereka sedang tidur karena dukacita. KataNya kepada mereka: "Mengapa kamu tidur? Bangunlah dan berdoalah, supaya kamu tidak jatuh ke dalam pencobaan."
Luk 22 : 45-46

Senja sebelum saya berangkat ke Gereja Brayat Minulyo untuk mengikuti misa Kamis Putih, saya sengaja mampir sesaat ke rumah salah seorang teman untuk suatu keperluan. Sebelum pulang pamit, saya sempat ditanya oleh orang tua teman saya yang kebetulan beragama non nasrani. Beliau bertanya, saya mau kemana kenapa rapi, dan saya menjawab mau ke gereja. Orangtua temen saya itu agak kaget dengan jawaban saya, kok ke gereja hari kamis, akhirnya saya jawab singkat karena mau Paskah, dan segera cepat-cepat berlalu dari rumah temen saya itu. Sebenarnya bukan karena takut terlambat, tapi tepatnya karena saya tidak mau ditanya macam-macam tentang agama katholik, selain tidak siap, saya tidak punya kemampuan untuk menjawab dengan baik.
Di sepanjang perjalanan, ada perasaan yang sangat tidak nyaman. Hati saya berkali-kali berkata, "menjadi katholik itu tidak mudah", sempat saya merasa kecil dan tidak punya daya sebagai seorang minoritas. Baru beberapa menit melangkah setelah keluar gang, dan bermaksud menyebrang di jalur yang searah, saya nyaris saja ditabrak motor yang berjalan di belakang saya. Beberapa tukang becak sudah berteriak melihat kejadian itu, dan sayapun kaget sekali. Untung sekali si pengendara hanya berjalan pelan dan mampu mengerem dengan tepat, jika tidak minimal saya pasti sudah terjatuh dan lecet-lecet. Entah siapa yang patut dipersalahkan di suasana temaram senja itu, yang jelas saya segera melanjutkan perjalanan ke gereja dengan pikiran bahwa ini peringatan Tuhan atas keluhan-keluhan saya tadi...

Sepanjang misa berlangsung, saya tidak mampu mengendalikan pikiran-pikiran yang berkeliaran kemana saja. Sebenarnya saya sadar saya harus segera konsen ke misa, tapi kembali lagi saya tidak bisa fokus. Tiba-tiba saya merasa agak sakit, dari yang agak pusing, mau masuk angin, dan yang paling mengganggu adalah saya merasakan nyeri di dada saat bernafas. Saya heran, karena  saya merasa dalam kondisi sehat-sehat saja. Tidak lucu rasanya jika dalam keadaan berangkat sendiri misa saya harus ke ruang kesehatan. Namun homili romo membuat saya kembali tersadar, bahwa ini mungkin peringatan kedua Tuhan  untuk saya menyetop pikiran-pikiran liar saya. Dan saya bersyukur bisa mngikuti misa kamis putih dengan lancar dan sehat tidak mersakan gangguan kesehatan lagi sampai usai. Dari kejadian itu, saya memutuskan untuk mengikuti tuguran, karena ini waktu yang paling tepat untuk merenungi semua yang telah terjadi.
Sambil menunggu tuguran, saya sengaja rosario di bangku area tengah. Di tengah-tengah rosario, saya disuruh seorang petugas untuk pindah ke area depan agar depan terisi semua. Uniknya bangku depan sisi kiri lorong tidak ada yang mendudukinya, jadi saya ambil tempat itu sendiri. Senang rasanya karena selain dekat dengan altar, sayapun bisa melihat jelas romo paroki yang juga mengikuti tuguran. Karena beliau tidak mengambil buku panduan, sayapun memilih mengikuti beliau dengan hanya diam, mendengarkan bacaan dan tentu saja menatap altar dengan patung Kristus terselubung putih. Ada perasaan teduh dan tenang yang saya rasa. Saya mencoba memikirkan semua yang telah terjadi dalam hidup saya, dan kembali sadar bahwa kamis putih bukan hanya sekedar misa peringatan perjamuan terkahir saja, namun juga sarana perenungan diri akan ketidak sempurnaan kita selama ini, sebagai sarana "memutihkan" hati kembali dihadapan Tuhan, dengan Berjaga-jaga dan berdoa....
Salam teduh...

Yogyakarta, Jumat-sabtu 3-4 April 2015
kristianaeli@gmail.com

Senin, 30 Maret 2015

Setangkai Palma Tak Sempurna


Mat 26:39
"Maka Ia maju sedikit, lalu sujud dan berdoa, kata-Nya: Ya Bapaku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini berlalu daripadaKu, tetapi janganlah seperti yang Kuhendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki."

Menjelang pekan suci, sebenarnya perasaan saya sedang tidak begitu baik, selain saya sedang marah dengan seorang sahabat, ada hal-hal yang juga sedang saya pikirkan. Jadi waktu malam sebelum minggu palma, saya sudah berpikir bahwa misa minggu palma ini tidak akan terlalu menggembirakan diri saya, padahal selain misa malam paskah, misa minggu palma adalah misa terfavorit saya. 
Ketika terbangun pagi-pagi, seperti biasa ritual saya adalah langsung mencari tanaman palma(palem) di halaman, masih dengan perasaan yang tidak antusias, jadi ketika menyadari bahwa tanaman palma saya separo kering, saya hanya asal mengambil saja, tangkai mana yang paling mudah saya ambil, kebetulan tangkai itulah yang paling menjulur keluar, walau dengan ukuran yang melebihi yang lainnya. Ya tidak apa-apalah, yang penting bawa palma, namun kemudian saya baru  menyadari bahwa ternyata tangkai daun itu tidak sempurna, ada beberapa bagian dari daun yang cacat, mungkin kena hama atau binatang. Sempat saya berpikir untuk mencari yang lain, tapi tidak tahu kenapa rasanya saya ingin bawa yang itu. Ibu saya juga sempat bilang agar saya cari tangkai daun yang lain saja, tapi dalam hati saya berpikir, daun ini menggambarkan perasaan saya saat ini, dan tentu daun yang terpasang di salib setahun kelak bisa menjadi pengingat saya akan minggu palma tidak membahagiakan tahun ini. Jadi biarlah, akan tetap saya bawa, hanya daunnya sedikit saya rapikan supaya ukurannya tidak terlalu besar, selebihnya  senatural mungkin, basah dengan sisa hujan semalam dan  apa adanya...

Ternyata apa yang saya pikir tersebut tidak terjadi, dengan pasrah, ikhlas apa adanya, kebaikan-kebaikan Tuhan hadir pada diri saya sepanjang misa, dan saya catat beberapa diantaranya : Dimulai dari perarakan, yang ternyata lokasinya tidak di dalam gereja, namun di halaman parkir gereja, padahal itu tempat favorit saya biasa ibadat rosario, dimana suasana outdoor membuat pemandangan pagi serasa sempurna, dimana langit sangat cerah, biru, dengan burung-burung yang beterbangan.Rasanya Tuhan tahu bahwa sejak kecil saya sangat suka memandng langit biru. Ada perasaan lepas, bebas, dan tenang. Lalu perjalaan selanjutnya adalah perarakan memasuki gereja, dimana kami semua sempat melewati pepohonan yang rindang, dimana suasan sejuk pagi bercampur udara segar dari oksigen dibawah pepohonan. Hati ranya adem... 
Kebaikan Tuhan tidak berhenti sampai disitu, karena ruangan bawah gereja penuh, terpaksa saya naik ke ruangan atas gereja. Jujur sudah belasan tahun sejak terakhir pelajaran krisma tahun 2000, saya belum pernah menginjakkan kaki ke lantai atas. Pertamanya agak tidak nyaman karena tidak biasa ikut misa di lantai atas, tapi sebagian hati saya senang karena ada memori ceria masa lalu saat saya memandang pemandangan kampung2 sekitar gereja tiap saya pelajaran agama dulu ada. Dan semua memori itu muncul kembali. Lalu homili romo yang sebenarnya dulu kurang saya sukai, tapi membuat saya banyak tertawa, dan jujur homilinya banyak mengena di hati, membuat saya tersindir. Hingga akhirnya usai misa saya segera menuju jendela, dengan hati riang seperti anak kecil yang menikmati sesaat suasana kampung gereja dari semua sisi...

Itulah Minggu palma Gereja Brayat Minulya yang menggembirakan dan menceriakan, dan itu semua berawal dari pasrah dan ikhlas saya atas semua yang terjadi, yang terganbar dalam daun palma tidak sempurna yang terpajang di salib kamar saya saat ini,  yang membuat saya mengingat minggu 29 Maret 2015, sebagai minggu palma penuh sukacita sejati dari Tuhan.

Salam teduh
Yogyakarta, 29 Maret 2015, tengah hari
kristianaeli@gmail.com

Senin, 02 Februari 2015

Terjadilah Kehendak-Mu Ya Tuhan..


"Inilah yang menikam hatiku, 
bahwa tangan kanan Yang Maha Tinggi  berubah"
(Mzm 77:11)

        Dengan izin seorang sahabat, saya ingin sedikit bercerita tentang peristiwa duka yang ia alami beberapa waktu lalu. Ia harus kehilangan salah satu anggota keluarganya yang amat ia sayangi secara mendadak. Bukan karena sakit, melainkan karena diambil Tuhan lewat sebuah peristiwa kecelakaan. Sebagai sahabat, saya ikut sedih, terpukul mendengar hal itu. Saya juga bingung, apa sih maksud Tuhan ini, kenapa harus sahabat saya yang saya anggap guru dalam hal agama dan hidup, yang harus diberi nasib seperti itu. Kenapa bukan orang lain yang mengisi hidup dengan hal-hal tidak berguna? Kenapa keluarganya yang Engkau pilih Tuhan? Ia yang selalu menjadi anak terang-Mu, yang menjalani hidup di jalan benar, dengan pengharapan dan pandangan yang baik akan dunia ini, yang selalu menyebarkan ceria dan tawa harus Engkau cobai. Tidak adakah cara yang lebih halus akan terjadinya rencana indah-Mu? Umatmu yang seperti itu saja kau cobai, lalu bagaimana dengan saya yang baru belajar untuk jalani hidup yang benar ini? Bukankah Tuhan pernah berkata, siapa yang mencari Tuhan maka ia akan ditambahkan kebahagiaan duniawi?
Saya sempat down waktu itu, terus mempertanyakan ketidakadilan Tuhan, dan sejujurnya sampai detik saya menulis blog ini, kadang pertanyaan KENAPA itu masih saja muncul..
        Ketika saya sudah merasa pulih, dan mampu merenungkan semua itu, saya amati bahwa  memang benar perbedaan antara orang yang menjalani hidup baik dan andalkan Tuhan seutuhnya dibanding mereka yang hanya mengandalkan hal-hal duniawi, yaitu mereka akan lebih jarang mengalami nasib buruk. Andaipun Tuhan mengizinkan roda hidup ada di bawah, maka akan ada begitu banyak dukungan dan bantuan yang tulus, seakan-akan tangan Tuhan tiada hentinya mengulurkan topangan, sehingga pemulihan itupun terjadi lebih cepat, dan mereka menjadi pribadi yang jauh lebih bersinar, berkualitas..
        Sebenarnya ini adalah tema tersulit untuk saya tulis, untuk saya ambil makna, dan saya mengakui saya tidak punya kemampuan untuk itu, karena jika saya ditanya siapkah saya mengalami apa yang dialami sahabat saya itu, jelas saya tidak siap, memikirkan atau membahasnya saja sebenarnya saya tidak berani, oleh karena itu saya memilih untuk mengutip sebuah paragraf pendek yang saya ambil dari buku Berkembang Dalam Hidup 
seperti dibawah ini:

"Kita mempunya rencana yang berkaitan dengan hidup, dan kita berusaha mati-matian agar rencana itu terlaksana. Namun kenyataannya ialah dalam hal-hal yang menyangkut hidup seringkali Allah mempunyai rencana yang berbeda dengan rencana kita. Oleh karena itu, kalau terlalu kuat berpegang pada rencana dan pandangan kita sendiri, kita akan sering merasa kecewa..."

Salam teduh..
Yogyakarta, awal Februari 2015
kristianaeli@gmail.com

Kamis, 01 Januari 2015

Ngestiharjo Kidul, Lumbung Umat Katholik Jawa...

Sedari saya kecil, wilayah Ngestiharjo Kidul yang letaknya di barat daya Gereja Brayat Minulyo (GBM), Paroki Pugeran Yogyakarta, sudah saya kenal sebagai wilayah yang memiliki umat Katholik yang banyak, yang paling aktif dalam kegiatan rohani, paling guyub rukun, paling nyeni, paling mandiri, dan paling njawani.
Sejujurnya saya agak iri dengan banyaknya "paling" tersebut, namun faktanya memang demikian, sehingga tidak ada alasan untuk iri, yang ada hanyalah kekaguman saja.

Di semua wilayah GBM, hanya Ngestiharjo Kidul satu-satunya wilayah yang punya tempat doa sendiri yang disebut wisma Ngestiharjo, kegiatannyapun mulai dari misa malam Jumat pertama, adorasi, legio maria, dll. Wow hebat ya untuk wilayah yang sebenarnya tidak luas sekali namun mampu melakukan semua aktifitas rohani tersebut.
Sebenarnya saya kadang diajak teman untuk ikut kegiatan-kegiatan di Ngestiharjo Kidul, tapi belum saya iyakan, namun ketika ada ajakan untuk ikut acara perayaan natal tahun 2014 ini, saya semangat sekali untuk datang, karena saya penasaran, seperti apa ya umat Ngestiharjo Kidul kalau mengadakan sebuah acara, mengingat semua reputasi yang disandangnya selama ini.
Pada awalnya saya sedikit tidak enak untuk datang, karena saya ini kan orang luar, tapi untungnya dengan punya beberapa sahabat dan kenalan disana, membuat saya merasa nyaman, apalagi wajah-wajah umat Ngestiharjo Kidul yang tidak asing di mata saya, dan wajah saya mungkin juga tidak asing mata mereka. Jadilah saling tegur sapa  terjadi, dan membuat saya merasa bukan tamu di situ, tapi merasa akrab seperti saya ikut natalan di wilayah saya sendiri.

Dari perkiraan saya, ternyata benar, natalan yang njawani sudah terasa ketika saya memasuki tempat acara. Musik-musik jawa terdengar, dan hiasan janur kuning yang menjuntai menyambut saya. Ketika saya mengambil tempat duduk, mata saya langsung mengarah ke seperangkat gamelan di sisi selatan panggung. Hebat deh, wilayah ini punya alat gamelan sendiri. Lalu dari gamelan, mata saya mengarah ke arah panggung di depan saya yang dikelilingi pagar bambu pendek, mungkin menggambarkan halaman gua tempat Yesus dilahirkan. Panggung yang sederhana sekali, tapi menarik, dan saya suka. Ketika acaranya dimulai, ternyata MC nya sahabat saya sendiri, wah sudah mirip seperti penyiar TVRI mbak...:-)
Kalau dari keseluruhan acara menurut saya lumayan menarik, mulai dari tari-tari anak-anak PIA, pertunjukan musik kaum mudika (OMK) yang dengan jiwa mudanya menyanyi bersama-sama membuat saya merasakan getaran energi semangat ala Ngestiharjo Kidul, lalu gantian pertunjukan para orangtua dengan tembang jawanya, sehingga inilah Ngestiharjo sejati yang guyup rukun dan lengkap... dan sayapun seperti merasa katholik bukan minoritas, namun mayoritas!

Sayang saya harus pulang di jam setengah sepuluh malam, saat acara belum selesai, namun sebelum pulang, tentu saya ingin melihat apa yang dihidangkan pada perayaan natal tersebut. Ternyata opor tempe, telor setengah iris, dengan karbohidrat berupa lontong maupun bubur, lalu pisang rebus dan kacang rebus, namun yang unik, selain adanya piring sebagai tempat makan, ternyata disediakan pula pincuk (alas makan dari daun pisang) wow, ini dia nilai plus yang saya temui dari Ngestiharjo kidul...

Memang benar ternyata menarik tidak harus mewah, cukup sederhana saja namun dikemas baik dengan suasana guyub rukun akan meninggalkan perasaan bahagia bagi tamu yang datang, dan itu yang saya rasakan kemarin di perayaan natal 2014 Ngestiharjo Kidul.
Salut ...

kristianaeli@gmail.com




Menjadi Lebih Dari Setia


"Lalu kata Maria : Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah Juru Selamatku, sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan nama-Nya adalah kudus."
Luk 1 : 46

Dari semua doa devosi, saya paling menyukai doa rosario. Doa kepada bunda Maria tersebut menjadi magnet yang selalu menimbulkan kerinduan besar saat saya tidak melakukannya. Walaupun sudah sering sekali doa rosario, ternyata sebagai manusia biasa saya kadang melakukan kesalahan  yang biasanya tidak saya sengaja. Faktor mengantuk, lelah, atau tidak fokus menjadi salah satu sebabnya.

Di tengah-tengah rosario, saya pernah agak kaget dengan doa Salam Maria yang baru saya mulai sudah langsung Amin. Ternyata saya salah ucap dari yang seharusnya dimulai dengan :
"Salam Maria penuh rahmat..."  menjadi  "Santa Maria bunda Allah.. Amin".
Pernah juga saya bleng dengan urutan peristiwa rosario, sehingga saya kadang berhenti beberapa waktu untuk mengingat dan mengurutkannya kembali, tapi tidak saya ulangi lagi dari awal karena males sekali, namun terus saja melanjutkan.
Di lain waktu, saking asyiknya Salam Maria, saya tidak sadar bahwa butir rosario sudah sampai pada Kemuliaan-Bapa kami, otomatis ketambahan 1 Salam Maria. Namun dari semua kealpaan saya tersebut, ada satu yang buat saya terheran-heran sampai sekarang, dimana saya beberapa kali sudah sampai ujung rosario, padahal saya sangat sadar bahwa saya baru sampai peristiwa ke-4. Sampai sekarang itu masih menjadi misteri kelapaan saya...

Yah, apapun itu, saya sudah berusaha semampu saya untuk menjadi pribadi yang setia dengan rosario, walaupun kelemahan manusia itu ada. Saya yakin ada banyak yang seperti saya diluar sana, namun mudah-mudahan kita tidak hanya sampai pada tahap setia saja, namun juga memperbaiki kualitas kefokusan kita saat berdoa. Amin.
Salam teduh...

Yogyakarta, 19 Oktober 2014 malam